Tujuh Hari Mengukir Mimpi, Asa, dan Cita

Tujuh Hari Mengukir Mimpi, Asa, dan Cita

Lelah, semangat, dan sedih adalah tiga kata yang mungkin sangat tepat menggambarkan saya saat ini. Ya, tiga kata ini serta merta hadir di diri saya setelah melalui tujuh hari Program Persiapan Keberangkatan (PK) Angkatan 22 Penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP. Tujuh hari (16-22 November 2014) yang sarat makna ini telah sedikit banyak memberikan pengaruh yang besar pada diri saat ini. Terasa sekali.

Lelah. Tujuh hari, kami, para penerima beasiswa pendidikan Indonesia LPDP ini, dijejali segudang kegiatan yang padat. Setiap hari hanya menghabiskan sekitar 3 jam saja untuk merebahkan diri dan memejamkan mata. Selebihnya kegiatan-kegiatan yang menguras tenaga fisik, pikiran maupun mental. Lelah ini bukan untuk dikeluhkan melainkan untuk disyukuri. Seperti kata Dik Doank, salah satu pemateri kami yang luar biasa inspiratif, ”Biarkan lelah dan penderitaan menghinggapi diri kita hingga lelah dan penderitaan itu lelah dan derita terhadap diri kita.” Bagi saya, lelah yang saya rasakan saat ini merupakan sebuah saksi bahwa menjadi salah satu peserta PK ini merupakan kebanggaan. Lelah ini juga merupakan bukti, tujuh hari naik turun tangga untuk menyerap ilmu dan inspirasi dari pemateri-pemateri luar biasa. Sebutlah Bapak Yudi Latief, seorang cendekiawan muda Indonesia, menegaskan kepada kami bahwa hilangnya kebersamaan di Bangsa Indonesia merupakan salah satu penyebab kita tidak berdaya dengan potensi yang ada. Indonesia dulu ketika diproklamasikan menjadi sebuah Negara hanya membutuhkan 7 orang sarjana teknik, 5 orang sarjana ekonomi, dan 3 orang sarjana hukum. Sekarang Negara ini tidak berdaya dengan jutaan sarjana yang dimiliki, bahkan dengan puluhan ribu doktor yang ada.

IMG-20141121-WA0001Selain itu, seorang eksekutif muda, Tantia Dian Permata Indah, sangat mengagumkan dan inspiratif, wanita kelahiran 1992 ini adalah Head of Partnership Traveloka(dot)com. Beliau memaparkan bahwa untuk untuk menjadi SDM yang kompetitif kita memerlukan prakondisi diri yang authentic, competitive dan adaptive. Satu hal yang bagi saya sangat menarik dari paparan beliau adalah konsep kompetitif, bahwa kompetisi yang sesungguhnya adalah kompetisi menaklukan diri sendiri, beat your own limit. Kami juga berkesempatan disuguhi materi Bela Negara oleh Bapak Husein Ibrahim, pendiri SMU Taruna Negara. Beliau menyampaikan bahwa membela Negara saat ini tidak hanya dengan mengangkat senjata melainkan dengan karya nyata. Satu lagi yang membuat kami sangat beruntung adalah seminar ECVT (Electrical Capacitance Volume Tomography) oleh penemunya langsung, Dr. Warsito. Beliau menjelaskan pengalamannya melakukan riset dan ternyata riset yang paling menantang ada di Indonesia. Selain itu, pesan berharga kami dapat dari Prof. Misri Gozin bahwa ilmu pengetahuan hari ini bisa jadi salah di kemudian hari namun jiwa ilmiah harus tetap hidup.

Lelah ini juga menjadi saksi terbentuknya ikatan angkatan dan juga ikatan kelompok. Kami semua berjumlah 125 orang yang terdiri dari latar belakang daerah, agama, umur dan pekerjaan yang berbeda akhirnya disatukan oleh kegiatan luar biasa ini. Saya tergabung dalam kelompok KH. Hasyim Asy’ari. Kelompok yang terdiri dari orang-orang luar biasa ini merupakan satu dari delapan kelompok yang ada dalam satu angkatan. Ikatan makin kuat kami rasakan ketika satu hari penuh kami melakukan outbond di Cikole, Lembang. Outbond bertajuk “Unshakeable Mentality Race” ini benar-benar sesuai dengan namanya. Kami berangkat dari dari Wisma Hijau, Cimanggis-Depok yang merupakan Venue PK kali ini pada pukul 00.30 pagi menuju Cikole, Lembang dan tiba di sana pukul 04.00 pagi. Acara outbond baru dimulai pukul 07.00 dengan yel-yel kelompok, kemudian diikuti dengan 7 jenis game yang menantang dan sangat menguji emosi. Setelah itu kami berkesempatan untuk mencoba Human jump (melompat di ketinggian untuk menjangkau sansak), refling, flying fox dan lintasan tali dua. Lintasan tali dua sangat berkesan hingga bagian belakang kedua lengan saya biru lebam sampai sekarang. Setelah itu, kami diuji kekompakan tim dalam permainan Paint Ball. Walau gagal di semifinal, kami sangat bahagia. That’s the most important one. Di sinilah saya merasakan ikatan itu hadir dan makin kuat. Ikatan yang menjadi modal bagi kami untuk bersinergi melayani dan membangun Indonesia kedepan.

IMG-20141121-WA0009

Semangat. Pemateri dan rekan-rekan yang inspiratif inilah yang kemudian menjadi bahan bakar dari api semangat yang hadir belakangan ini. Sebutlah Dr. Arief Munandar dengan cara berpikir lateralnya. Beliau menjelaskan bahwa leadership has nothing to do with formal and structural position. It is about human capacity and personal quality. Dalam konteks ini, kapasitas dan kualitas personal memainkan peran penting dalam kepemimpinan kontributif. Dua kualitas tersebut terbentuk melalui proses panjang pembentukan karakter yaitu: Mindset (thought, words, belief), behavior (action and habit), and results (character and destiny). Dari beliau saya belajar bahwa pemimpin kontributif mampu mengidentifikasikan simptoma negatif dari diri dan segera mungkin untuk diantisipasi. Simptoma tersebut antara lain: 1) mengalahkan waktu, 2) mudah membatalkan janji, 3) menunda pekerjaan, 4) mengabaikan hal kecil, 5) terjebak di kondisi tertentu, 6) no concern for quality, dan 7) mempertentangkan prestasi akademik, aktivisme sosial, kesalahan pribadi, dan relasi personal. And, thanks God, most of them are in my life and I must get rid them of soon. Bang Zainal Abidin, yang lebih terkenal di sosmed dengan sebutan Jay Teroris, juga ikut membakar semangat kami. Katanya, pemimpin itu sudah ada cetakannya dan selalu sangat menyakitkan. Mesin mobil bernilai tinggi setelah ditempa dengan suhu tinggi dan dicetak. Menyakitkan bukan. Selain itu ada kalimat yang sangat menapar dari beliau bahwa kalau manusia tidak bisa mencari uang maka ia kalah dengan monyet yang sudah bisa cari uang.

Semangat ini juga membumbung tinggi setelah Mas Rangga Almahendra dan Mbak Hanum Rais, pasangan penulis buku “99 Cahaya di Langit Eropa”, menceritakan pengalaman kuliah di Luar negeri. Mereka memberikan tips dan trik bagaimana menjadi mahasiswa yang produktif dan prestatif. Anyway, Buku yang saya sebutkan tadi ditulis oleh Mbak Hanum Rais ketika mendampingi suaminya, Rangga Almahendra, kuliah di Vienna, Austria. Satu hal yang masih melekat dalam benak saya dan begitu berkesan adalah kalimat inspiratif Mas Rangga yaitu: “Hidup ini bukan tentang jalan yang kita pilih tapi juga jejak yang kita tinggalkan”. Ya, terkadang kita berpikir selfish dan melupakan orang lain. Mereka yang prestatif sesungguhnya adalah mereka yang menyiapkan jalur-jalur baru bagi orang lain untuk menapaki kesuksesan.

kel7_3Bukan hanya pemateri yang inspiratif, tapi rekan sesama PK juga memiliki cara masing-masing untuk menginspirasi. Lihatlah Mas Antoni Tsaputra, seorang difable yang pantang menyerah. Baginya kondisi dirinya saat ini bukan halangan untuk sukses dan bermanfaat bagi sesama. Padahal beliau diberi kesempatan untuk tidak mengikuti PK namun insist bergabung dengan kami. Saya seperti dipermalukan oleh beliau, betapa tidak, saya yang saat ini dikaruniakan Tuhan potensi lebih tapi masih bermalas-malasan dan berkeluh kesah dengan kehidupan. Mas Antoni, kini hingga nanti, engkau adalah salah satu guru terbaik saya.

Sedih. Kata terakhir ini cukup beralasan. Kami sengaja dipertemukan untuk dipisahkan. Tujuh hari beraktifitas bersama, suka senang, tertawa dan menangis, kami lalui bersama. Diri ini tak henti-hentinya berbisik syukur ketika diberikan kesempatan berkenalan dengan 124 orang yang luar biasa. Indonesia beruntung memiliki mereka apalagi saya. Saya beruntung dan bangga mengenal: Omar, Ksatria bergitar berhati lembut; Mas Ilham, Begawan yang rendah hati; Mb Leni, nasehatnya sangat bermakna; Mas Lukman, penafsir Qur’an yang pendiam; Mas Alfarabi, Pemikir islam yang gaul. Oiya, kelima sahabat yang saya sebutkan di atas merupakan calon-calon doktor Indonesia. Saya juga beruntung mengenal: Mariska, gadis manis berwibawa; Sofi, kecantikan dan ketegaran; Dhoni; si ganteng yang cool abis; Titik, periang dan baik hati; Sarahi, penyabar dan lembut hati; Dimas, dokter idaman adik-adik SMK; Stephani, mutiara Papua yang takut ketinggian; Pretty, pianis lucu yang suka coklat dan Dani Permana, inspirasi keteguhan dan semangat. Selain itu juga pendamping kelompok kami yang luar biasa: Mas Hasan Asy’ari, seriously beliau ini keturunan langsung KH. Hasyim Asy’ari. Orangnya asyik, enak diajak curhat dan ngobrol.

kel7_1

Namun dari itu semua, saya mendapatkan insight yang luar biasa. PK Angkatan 22 ini adalah prototype-nya Indonesia menurut saya. Di Angkatan ini semua potensi dikerahkan. Logo, semboyan, dan mars angkatanpun kami ciptakan bersama dan kesemuanya original. Ini semua adalah pengoptimalan potensi tiap-tiap peserta. Saya tidak bisa membayangkan seandainya kami semua adalah orang dengan skill dan latar belakang yang sama. Dapat dipastikan tugas-tugas PK yang diberikan tidak dapat terlaksana dengan baik. Begitu pula Indonesia, tidak akan bangkit hanya dengan segelintir orang. Semua elemen bangsa dengan potensi yang beranekaragam harus mengerahkan segala upaya yang maksimal untuk kemajuan Negara ini. Bukankah taman akan sangat indah dengan aneka rupa bunga dan warna?

Satu hal yang saya yakini bahwa perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan. Tujuh hari kami mengukir mimpi, asa dan cita. Suatu saat nanti kami akan dipertemukan kembali dalam sebuah rumah indah yang bernama Indonesia.

Gandul, 23 November 2014